FILSAFAT (Sejarah Ilmu)



SEJARAH  ILMU

            Ilmu yang kita kenal sekarang telah mengalami perjalanan sejarah yang amat panjang. Pada awalnya berbagai temuan ilmiah jika dilihat dari pengetahuan yang kita miliki sekarang tampak begitu sederhana dan bahkan terkadang kelihatan naif. Namun satu hal yang harus kita apresiasi bahwa, setiap temuan baru betapa pun sederhananya telah memberikan sumbangan kepada kemajuan peradaban. Peradaban kita sekarang yang banyak diwarnai dengan penerapan ilmu dan teknologi, jika kita lacak pada awalnya berangkat dari berbagai temuan yang amat sederhana. Secara epistemologis, pengenalan manusia dalam rangka mendapatkan pengetahuan memang berawal dari yang sederhana menuju kepada yang rumit dan canggih. Sejarah ilmu akan menunjukkan dengan jelas bahwa kian hari pengetahuan ilmiah semakin hari semakin maju dan berkembang.
 Penyajian cerita sejarah akan lebih mudah dipahami jika disampaikan secara periodis, meskipun periode yang satu saling berhubungan dengan periode yang lain dan tidak dapat dipisahkan secara ketat. Untuk tujuan ini, periodisasi atas dasar abad (zaman) akan digunakan di dalam tulisan ini.

Zaman Kuno

            Jika kita lihat jauh ke belakang, benih (cikal-bakal) ilmu itu,  dapat dikatakan, sama tuanya dengan sejarah peradaban manusia. Titik awal pertumbuhan ilmu bermula pada zaman Babilonia dan Mesir kuno (± 3000 SM), mulai zaman ini berbagai temuan besar bermunculan. Temuan baru dihasilkan pada mulanya demi kebutuhan praktis manusia dan terutama dalam rangka bertahan hidup. Manusia zaman kuno telah menguasai berbagai macam teknik dan ketrampilan untuk membuat  peralatan, khususnya senjata untuk perang dan berbagai alat pemujaan.

            Berbagai temuan penting di dalam peradaban kuno, antara lain adalah:
·         Pertanian menetap, kurang lebih pada milenium ke-6 Sebelum Masehi.
·         Kerajinan, peternakan, perahu, barang tembikar, kurang lebih milenium ke-4 Sebelum Masehi.
·         Pemakaian perunggu kurang lebih pada milenium ke-3 Sebelum Masehi
·         Penemuan huruf kurang lebih pada milenium ke-3 Sebelum Masehi, huruf kuno berupa ideogram yang dihasilkan oleh para pendeta Sumeria
·         Penemuan kalender kurang lebih pada tahun 2700 Sebelum Masehi

Ilmu paling awal: matematika, astronomi, dan ilmu pengobatan. Matematika dipergunakan untuk hitung-menghitung: pecahan, perkalian, penambahan, dan pengurangan. Astronomi dipergunakan untuk memprediksi datangnya musim, terjadinya banjir, pembagian: tahun, bulan, hari, dan jam. Ilmu pengobatan, terdiri atas ramuan dan mantera untuk penyembuhan orang yang menderita sakit; dan ketika itu takhayul dan mitos masih sangat dominan sehingga pengobatan berarti pengusiran roh jahat yang mengganggu manusia.
Ada hal yang menarik yang layak kita catat bahwa awal peradaban ilmiah di barat dan di timur tumbuh sezaman: peradaban Sungai Nil di Mesir, peradaban Kepulauan Yunani, Tigris dan Euphrat di Irak, Indus di India, dan Hoangho di Cina. Peradaban awal, menarik juga untuk dicatat, bahwa peradaban besar berawal dari daerah yang memiliki empat musim. Hal ini mungkin terjadi karena adanya musim dingin yang menuntut manusia untuk berusaha ekstra keras agar tetap survive sehingga memaksa pikirannya untuk menemukan jalan pemecahan persoalan yang harus dihadapi.

            1. Filsafat Alam Yunani Pra Sokrates
            Kendati peradaban awal berkembang di dataran agraris yang subur, secara progresif dan sistematis, ilmu dalam arti yang mendekati pengertian kita sekarang  berkembang di negara kepulauan Yunani, yang hidup dari perdagangan dengan mengarungi lautan. Pelaut dibandingkan dengan petani lebih memiliki jiwa petualangan, lebih memiliki perasaan keruangan dan perasaan geometri yang sangat diperlukan untuk melakukan pengembaraan. Nama para pemikir (filsuf, ilmuwan) awal yang memberikan sumbangan pemikiran bagi lahirnya ilmu, antara lain:
·         Thales dari Miletus (625-545) dianggap sebagai cikal-bakal dan titik tolak perkembangan ilmu dengan temuannya: peramalan tepat tentang terjadinya gerhana yang terjadi di zamannya dan mengemukakan teori pertama tentang terjadinya alam semesta. Menurut dia, dunia dan kehidupan ini bermula dari air. Unsur pertama dunia adalah materi dan bukan kekuatan supranatural atau pun daya ilahi sehingga sejak awalnya ilmu yang berkembang hingga di zaman sekarang adalah ilmu yang bersifat materialistik. Segala unsur yang bersifat supanatural, spiritual, rohani termasuk Tuhan sudah sejak lama tidak diberi tempat di dalam ilmu yang bersifat materialistis dan empiristis. Thales kurang lebih hidup sezaman dengan peradaban yang memisahkan para dewa dari alam: Yahudi, Amos, Persia, Zoroaster, Indian, dan Budha.
·         Anaximenes (550-475 SM) berpendapat bahwa substansi pertama yang membentuk alam semesta adalah udara. Pada zaat dia hidup, orang sudah mulai percaya pada adanya “sebab” (atia) yang kelak akan dikembangkan lebih lanjut oleh Aristoteles.
·         Heraclitus dari Ephesus (550-475  SM), menurut dia, dunia itu berasal dari api. Prinsip perubahan: segala sesuatu itu serba berubah, tidak ada yang tinggal tetap: ibaratnya orang tidak dapat memasuki sungai yang sama yang mengalir airnya untuk kedua kalinya, karena sungai tersebut telah menjadi sungai yang berbeda dengan air yang serba baru dan terus mengalir. Segala sesuatu senantiasa mengalir: phanhta re kei uden menei (Pantha re Kei Uden Menei).
·         Phytagoras ( 582-500 SM), bagi dia, bilangan itu merupakan model konseptual alam semesta, kuantitas dan bentuk menentukan wujud seluruh objek alam. Bilangan adalah wujud dan citra objek alam. Dunia itu terbagi menjadi 3 (tiga) bagian: Uranos; Cosmos, Olympos. Uranos: bumi dan ruang sublunar; Cosmos: benda-benda langit yang dapat bergerak yang diikat oleh bintang-bintang tetap; dan Olympos: merupakan tempat tinggal para dewa. Semua benda bergerak secara melingkar dan seragam. Menurut Phytagoras, bumi dan bulan bergerak mengitari api sentral (mengitari matahari). Pada zaman Phytagoras orang mulai berpikir secara abstrak.
·         Alcmaeon (± 500 SM), seorang biolog dan ahli anatomi. Dia mulai mengetahui bahwa mata itu berhubungan dengan otak, telinga berhubungan dengan mulut. Menurut dia, “manusia dan alam semesta sebagai satu keseluruhan itu dibangun dengan rencana yang sama, manusia adalah mikrokosmos yang merupakan copy makrokosmos dalam keseluruhannya.”
·         Empedocles dari Agrigentum (500-430 SM), menurut dia segala sesuatu itu tersusun dari 4 unsur yang proporsinya berbeda secara kuantitatif, yaitu terdiri atas: air, udara, bumi, dan api. Menurut dia kehidupan berkembang secara evolutif.
·         Leucippus (±400 SM) dan Democritus dari Abdera (±420 SM), menurut kedua pemikir ini segala sesuatu di alam semesta ini tersusun dari atom-atom, yang secara fisik tidak dapat dibagi-bagi. Atom itu jumlah tidak terbatas dan secara abadi bergerak dalam ruang kosong. Atom itu ada secara kekal, tidak diciptakan dan tidak dapat dihancurkan. Atom berbeda dalam ukuran, bentuk, dan beratnya. Atom bergerak melingkar, atom yang lebih besar terdorong ke tengah dan membentuk bumi. Kehidupan muncul dari lumpur abadi. Manusia sebagai mikrokosmos alam semesta. Hidup dan jiwa itu dekat dengan api,.

Tampak jelas bahwa pengetahuan ilmiah (ilmu) awal masih sangat diwarnai oleh spekulasi filosofis, karena memang pada awalnya ilmu dan filsafat muncul secara bersama-sama dan tidak terpisahkan. Sangat jelas pula bahwa sekali pun para pemikir awal ini menyebut nama dewa tetapi mereka sudah berani berpikir bahwa alam semesta ini bersifat material: kekal sejak semula, berarti tidak terciptakan. Jadi penyebab pertama bukanlah sesuatu yang bersifat spiritual, melainkan materi itu sendiri. Eksplanasi teologis dan mitis tidak lagi menarik untuk dikemukakan di dalam memberikan penjelasan terhadap peristiwa alam semesta. Titik pemikiran awal ini yang kelak akan terus berkembang menuju pemikiran modern yang secara jelas tidak lagi memberi tempat kepada Tuhan dalam urusan eksplanasi fenomena material-empiris.


2. PLATO DAN ARISTOTELES

            Sokrates telah mengubah orientasi berpikir manusia, pada zaman sebelum Sokrates orang banyak memusatkan perhatian pada masalah prinsip alam semesta, sehingga pemikiran sangat bersifat kosmologis. Mulai zaman Sokrates dan kaum Sofis orang mulai tertarik untuk berpikir tentang diri manusia sendiri, khususnya yang berkaitan dengan masalah moralitas. Sokrates diteruskan oleh  Plato dan Aristoteles yang telah membawa babak baru pemikiran tentang masalah sosial-kemanusiaan. Plato dan Aristotels menduduki posisi yang istimewa dan menempati puncak pemikiran Yunani klasik, sesudah Plato dan Aristoteles di Yunani relatif tidak muncul lagi tokoh pemikir yang sekaliber mereka. Sering dikatakan bahwa pada Plato dan Aristoteles ilmu sosial-kemanusiaan mengalami kemajuan yang spektakuler melampaui kemajuan yang dicapai ilmu alam.
·         Plato (427-347 SM), dia adalah pendiri Academia, lembaga pendidikan yang paling tua yang tradisinya kita warisi dan kita teruskan sampai sekarang. Plato lah orang yang pertama-tama melembagakan pendidikan secara teratur dan terstruktur, akibat jasa dia sekarang kita dapat mengembangkan tradisi akademis secara formal dan modern.
Pandangan Plato berkaitan dengan persoalan ilmu sosial-kemanusiaan yang perlu kita ketahui adalah teorinya tentang negara. Bagi Plato, tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai eudamonia (eudamonia) artinya hidup yang baik. Pemerintah harus mengutamakan kepentingan dan keselamatan orang yang diperintah, pemerintah tidak boleh mengutamakan kepentingannya sendiri. Dengan kata lain, penguasa harus mengabdi dan melayani  rakyat dan bukan yang sebaliknya: penguasa minta dilayani rakyat.
Menurut Plato: di dalam negara ideal terdapat tiga (3) golongan masyarakat, antara yang satu dan yang lain saling tergantung, yang akan menciptakan sebuah sitem pemerintahan yang kuat dan sejahtera jika masing-masing golongan dapat melaksanakan keutamaan masing-masing. Tiga golongan tersebut adalah:
1.      Golongan tertinggi, para penjaga yang terdiri atas para aparatur pemerintah, yang digolongkan sebagai kaum penjaga. Mereka yang termasuk golongan ini adalah orang bijak (para filsuf), mereka adalah orang yang mengetahui apa yang baik bagi semua orang, karena mereka memiliki kebijaksanaan.
2.      Golongan pembantu, yang terdiri atas para prajurit yang bertugas untuk memberikan jaminan keamanan kepada seluruh warga negara. Para prajurit ini merupakan alat negara yang menjamin tegaknya hukum dan keamanan, yang menjamin agar rakyat taat kepada para penjaga. Prajurit memiliki keutamaan, yaitu yang berupa keberanian.
3.      Golongan terendah, rakyat biasa, yang terdiri atas: para petani, tukang, pedagang, dan orang kebanyakan dengan profesinya masing-masing. Negara menggantungkan kehidapan perekonomian pada rakyat biasa ini. Rakyat biasalah yang mengendalikan dan menjalankan roda perekonomian negara. Keutamaan yang dimiliki rakyat biasa adalah: pengendalian diri.
Bagi Plato, baik-buruknya pemerintahan ditentukan oleh ada tidaknya konstitusi. Pemerintahan monarki menjadi yang terbaik dan demokrasi menjadi sistem pemerintahan yang terjelek bila pemerintah diatur dengan konstitusi. Sedangkan demokrasi merupakan pemerintahan yang terbaik dan monarki menjadi sistem pemerintahan yang terjelak jika negara tidak memiliki konstitusi.

·         Aristoteles (384-322 SM), dia adalah seorang ahli dalam berbagai cabang pengetahuan dan merupakan nenek moyang dari berbagai macam ‘ilmu modern’, baik ilmu formal maupun ilmu sosial-kemanusiaan.

Temuan monumental Aristoteles, antara lain:
1. Prinsip berpikir logis: prinsip identitas, prinsip nonkontradiksi, dan prinsip tidak ada kemungkinan ketiga. Formulasi prinsip berpikir ini masih berlaku sampai sekarang dan mungkin juga akan tetap berlaku jauh ke depan. Sejauh manusia berusaha untuk berpikir logis tidak dapat melanggar prinsip bahwa sesuatu itu adalah dirinya sendiri, sesuatu tidak  dapat menjadi dirinya sendiri sekaligus bukan dirinya sendiri, sesuatu itu dirinya sendiri atau bukan dirinya sendiri dan tidak ada kemungkinan ketiga. Karena pernyataan pengetahuan yang melanggar prinsip tersebut tidak akan terpahami secara rasional sehingga menjadi tidak bermakna.
2. Sepuluh kategori yang ditemukan oleh Aristoteles selain memberikan pemahaman terhadap realitas, bahwa esensi itu adalah sesuatu yang membuat sesuatu menjadi sesuatu, yang menurut bahasa Aristoteles adalak substansi sebagai kategori utama realitas. Sesuatu dapat mewujud menjadi sesuatu yang utuh ketika dilengkapi dengan sembilan aksidensi. Kategori Aristoteles ini dalam perkembangan yang selanjutnya dalam dunia kebahasaan telah membuat kita mengenal sepuluh jenis kata, dan kata yang setara dengan subtansi adalah kata benda. Sedangkan sembilan aksidensi setara dengan sembilan jenis kata di luar kata benda.
3. Hukum kausalitas: material, formal, efisien, dan final. Bagi Aristoteles sesuatu itu terjadi bukan tanpa sebab, tidak ada sesuatu yang ahistoris. Setiap realitas dapat dilacak penyebabnya: bahan, bentuk, proses, dan tujuannya. Pendekatan dengan mencari sebab merupakan usaha yang sangat penting di dalam pemecahan masalah, baik dan kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia ilmiah. Terjadfinya persoalan baru dapat dipecahkan apabila kita mengetahui penyebab dari timbulnya persoalan tersebut, sehingga di dalam eksplanasi ilmiah eksplanasi kausal merupakan eksplanasi yang sangat penting di dalam pengembangan ilmu.
4. Materi dan bentuk hyle (hyle atau materi) dan morfe (morfe atau bentuk), potensi dan aktus. Menurut Aristoteles semua realitas empiris terdiri atas materi dan bentuk, perwujudan tidak pernah akan terjadi jika salah satu dari kedua unsur tersebut tidak dalam kesatuan. Manusia, misalnya, dapat dijelaskan dengan teori materi dan bentuk sebagai satu kesatuan. Materi identik dengan perwujudan fisik manusia, yang tidak lain terdiri atas unsur material yang terdapat di dalam dunia ini; sedangkan jiwa identik dengan bentuk. Manusia sebagai kesatuan antara fisik dan jiwa, jika salah satu dari keduanya dihilangkan, maka manusia tidak akan menjadi manusia lagi. Tidak ada manusia tanpa tubuh, dan jika tubuh tanpa jiwa maka akan menjadi mayat, bukan manusia lagi.
            Potensi dan aktus, potensi adalah kemungkinan dan setiap kemungkinan dapat menjadi aktual atau tidak. Bisa jadi manusia di dalam dirinya memiliki banyak potensi, misalnya potensi untuk berperilaku sebagai hewan mamalia dan predator yang amat kejam. Namun karena manusia itu bukan sekedar hewan, melainkan hewan yang mampu berpikir, maka potensi untuk berperilaku layaknya hewan mamalia jarang yang sungguh-sungguh menjadi aktual. Pikiran telah membuat manusia menjadi beradab, manusia tidak cukup dengan memuaskan nafsu alamiah demi kelangsungan hidupnya. Hidup, bagi manusia, bukan untuk makan, melainkan makan untuk hidup. Pada taraf hewani, sudah terdapat unsur teleologis (telos : telos: tujuan), yaitu bahwa makan demi melangsungkan hidup dan kelangsungan hidup demi naluri untuk mewariskan generasi. Pada taraf manusia unsur teleologis diangkat ke dataran yang lebih tinggi lagi: manusia mampu memberikan arah hidupnya kepada sesuatu yang lebih bermartabat, menjadikan citra dirinya khas manusiawi. Lebih dari itu, manusia dengan pikirannya mampu untuk mengendalikan diri, dapat membedakan mana yang seharusnya menjadi sarana dan mana yang mesti menjadi tujuan; meskipun terkadang sarana suatu ketika dapat menjadi tujuan antara dalam rangka mencapai tujuan yang lebih tinggi: eudamonia (eudamonia: kehidupan yang baik, yang dapat memberikan kebahagiaan).  
            5. Pengenalan empiris dan rasionalis: Aristoteles secara epistemologis dapat dikategorikan sebagai seorang empiris dan sekaligus rasionalis. Bagi Aristoteles,  pengetahuan manusia berkaitan dengan benda fisik didapatkan melalui indera, namun indera tidak cukup tanpa dukungan dari kemapuan manusia untuk berpikir.
            6. Pembagian realitas: Aristoteles membagi realitas menjadi empat (4) tingkatan, semakin ke atas semakin rumit, dan realitas inilah yang sesungguhnya kita kenal dewasa ini sebagai objek material ilmu. Realitas tersebut adalah benda tidak hidup (anorganik), nabati, hewani, dan human. Benda tidak hidup dipelajari oleh rumpun ilmu fisis, nabati dan hewani oleh rumpun ilmu biologis, dan human yang banyak menjadi kajian rumpun ilmu medis dan ilmu sosial-kemanusiaan. Dari dulu hingga sekarang ilmu empiris hanya mempelajari empat realitas tersebut, dan belum banyak mengalami perubahan. Sekalipun demikian bukan berarti ilmu tidak mengalami perkembangan, sejalan dengan semakin canggihnya pengetahuan manusia, dewasa ini realitas yang cukup menonjol yang menjadi kajian pengetauan ilmiah antara lain: realitas angkasa luar dan munculnya realitas dunia maya dengan berkembangnya pengetahuan tentang teknologi, khususnya komputer. 
              7. Teori geosentris: ajaran Aristoteles bahwa bumi sebagai pusat tata surya cukup lama dipercaya kebenarannya dan bahkan pernah dipandang sebagai ajaran resmi gereja. Temuan Aristoteles ini rupanya merupakan temuan yang paling lemah, yang hanya mampu bertahan hingga abad XVI Masehi. Kemunculan teori heliosentris dari Copernicus, Galileo Galilei, Kepler agaknya telah menumbangkan dominasi teori Aristoteles. Sekalipun demikian, tumbangnya teori geosentris Aristoteles ini telah semakin menyadarkan kita bahwa kebenaran ilmiah itu tidak pernah selesai dan tuntas. Kebenaran teori, hukum ilmiah yang dipercaya benar pada suatu ketika akan runtuh juga jika dapat ditemukan teori dan hukum baru yang lebih rasional, didukung evidensi empiris yang lebih meyakinkan dan memiliki kemampuan eksplanatori yang lebih memadai.   

3. ILMU ZAMAN PERTENGAHAN (Abad IX – XV)

            Zaman pertengahan, khususnya di Eropa, disebut zaman kegelapan, yaitu ketika terjadi stagnasi pemikiran manusia. Bukan berarti manusia berhenti berpikir sama sekali, melainkan manusia lebih memusatkan perhatian pada sesuatu yang bersifat supranatural dan enggan berpikir untuk sesuatu yang bersifat empiris dan material. Pada zaman ini tidak banyak kemajuan di dalam ilmu empiris, karena terjadi usaha dogmatisasi kebenaran, khususnya pemikiran Plato, Aristoteles dan ajaran Alkitab sebagai otoritas tertinggi, satu-satunya kebenaran yang mutlak dan tidak dapat digoyahkan. Pada zaman ini agama Nasrani sangat dominan dalam kehidupan orang Eropa, filsafat dan ilmu diabdikan sepenuhnya pada agama.  
            Zaman kegelapan di Eropa bersamaan waktunya dengan zaman keemasan pemikiran di dunia Muslim. Dunia Islam juga berusaha mengembangkan  dan menafsirkan pemikiran Yunani, khususnya pemikiran Aristoteles, tetapi tidak sampai terjebak menjadikannya sebagai dogma. Ketika Eropa asyik dengan masalah Ketuhanan, sebenarnya di jazirah Arab juga berkembang hal yang sama; sekalipun demikian di samping mengembangkan pemikiran tentang masalah Ketuhanan, para ilmuwan Arab tidak melupakan ilmu empiris, terutama ilmu kimia dan ilmu kedokteran. Nama besar Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina muncul pada zaman ini. Sayangnya, kemajuan pemikiran, baik yang spekulatif maupun yang empiris di dunia Arab tidak bertahan lama, karena rupanya orang di zaman itu belum siap menerima kemajuan berpikir secara bebas. Berpikir bebas dianggap bertentangan dengan ajaran agama dan harus dihentikan. Pada abad XII terjadi pemberangusan dan pembakaran besar-besaran atas buku-buku yang berisi pemikiran filsafat, khususnya filsafat Yunani. Kejadian ini menghentikan iklim ilmiah di jazirah Arab; untungnya sebagian buku masih dapat diselamatkan oleh para sarjana barat. Para sarjana barat mulai menemukan kembali harta warisan yang sangat berharga dari zaman Yunani klasik, kemudian buku-buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa barat, khususnya bahasa Latin dan dipelajari. Kebangkitan kembali dunia barat tidak lepas dari semangat untuk berpikir bebas sebagaimana yang dilakukan oleh para pemikir Yunani klasik.    
            Menjelang akhir zaman pertengahan di Eropa mulai bermunculan universitas besar yang kelak akan memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan ilmu. Berbagai universitas tersebut lahir pada abad XIII, antara lain Universitas Paris, Oxford, Cambridge, Bologna, dan Padua.
            Hal penting yang terjadi di zaman pertengahan yang patut dicatat berkaitan dengan sejarah ilmu, antara lain:
1.      Orang barat mulai menerjemahkan dan mempelajari kembali karya para pemikir Yunani klasik.
2.      Temuan penting: orang Cina menemukan bubuk mesiu dan kertas sebagai alat tulis. Penemuan bubuk mesiu yang kemudian dimanfaatkan oleh orang barat untuk membuat senjata sehingga mengubah cara berperang, sebelumnya berperang harus satu lawan satu dengan berhadap-hadapan, dengan senjata yang menggunakan bubuk mesiu perang dapat dilakukan dari jarak jauh. Penemuan kertas sebagai alat tulis membuat pengetahuan ilmiah dapat dipelajari secara masal, hal ini sangat besar sumbangannya dalam penyebarluasan ilmu ke seluruh bangsa di dunia. Pada zaman pertengahan ini, pergaulan antar bangsa mulai terbuka.
3.      Tradisi keahlian dan tradisi akademis mulai muncul. Pada hakikatnya, dari dulu sampai sekarang, ilmu tumbuh dan dikembangkan oleh masyarakat akademis yang ahli dalam bidang tertentu yang telah terbiasa dengan tradisi akademis.
4.      Eksperimentasi mulai dikembangkan. Pada zaman ini para ilmuwan telah mulai melakukan berbagai eksperimen, baik yang berhubungan dengan fisika dan kimia. Eksperimen inilah yang sangat besar sumbangannya di dalam memajukan ilmu empiris di zaman yang kemudian.

Tokoh yang menonjol pada zaman pertengahan antara lain adalah:
1.      Roger Bacon (1214-1294) dari Universitas Oxford. Menurut Bacon, ilmuwan atau pakar harus mengetahui ilmu alam melalui eksperimen, ilmu pengobatan, ilmu kimia, dan segala sesuatu yang ada di langit dan di bawahnya lebih daripada yang diketahui oleh orang awam”. Bacon bereksperimen di dalam bidang optik.
2.      Piere de Maricourt, bereksperimen di dalam bidang magnetik.
3.      Mondino de Luzzi, mempelajari pembedahan dan anatomi tubuh manusia.
4.      Vital du Four, Magister Salernus: ahli kimia yang menemukan alkohol lewat teknik destilasi anggur dan bir.
5.      William Ockham: mempelajari ilmu tentang gerakan, menurut dia, penggerak pertama bukanlah Tuhan, unsur fisik dapat menimbulkan gerakan, misalnya yang terjadi pada magnet yang dapat menggerakkan logam besi.

IV. REVOLUSI ILMIAH ABAD XVI DAN XVII

Abad XVI ilmu secara jelas mulai memisahkan diri dari filsafat yang dipelopori oleh ilmu alam. Tuntutan ilmu untuk menjadi empiris, yaitu pernyataannya harus didukung dengan evidensi  empiris membuat ilmu tidak lagi dapat menjadi spekulatif. Banyak kalangan yang mengatakan bahwa pada abad XVI ilmu alam telah mengalami kematangan, sedangkan ilmu sosial-kemanusiaan baru lahir tigaratus tahun kemudian. Ilmu sosial-kemanusiaan masih berkembang di bawah kategori filsafat sosial dan etika.
            Nama-nama besar yang memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu antara lain adalah:
1.      Copernicus (1473-1543), dengan teori heliosentrisnya telah mengubah pandangan manusia tentang tata surya. Teori geosentris Aristoteles yang dianggap benar selama ribuan tahun, akhirnya digantikan oleh teori heliosentris Copernicus, yang menyatakan bahwa pusat tata surya adalah matahari dan bukan bumi. Menurut Copernicus, bumi beputar pada porosnya setiap hari, mengorbit tahunan mengitari matahari, putaran poros bumi saat berputar yang menyebabkan presisi siang-malam. Penggerak pertama alam semesta tidak lagi penting, bagi Copernicus, matahari pada pusat tata surya adalah pengatur benda-benda langit.

2.      Kepler (1571-1630), planet berputar dengan gerakan elip mengitari matahari pada porosnya. Gerakan planet tidak uniform; periode revolusi planet mengitari matahari adalah proporsional dengan jaraknya.

3.      Gilbert dari Colchester, menurut dia, bumi sebagai magnet rasasa, magnet sebagai penyebab gerakan dan perubahan: misalnya, yang terjadi pada kompas.

4.      Francis Bacon (1561-1626), dengan magnum opus-nya Novum Organon, memberikan jalan baru bagi riset ilmiah. Jika sebelumnya ilmuwan mengandalkan pada metode deduktif, metode yang tidak memberikan keterangan baru bagi realitas empiris. Metode induktif  yang ditemukan Bacon inilah yang nantinya semakin membuat ilmu berkembang dengan pesat. Bacon juga mengajarkan bahwa ilmu harus dikembangkan secara eksperimental dengan memperhatikan prinsip, proses, dan fakta.




V. ILMU ABAD XVIII

Implementasi ilmu menimbulkan revolusi industri, sistem ekonomi kapitalisme semakin berkembang. Selain ilmu alam semakin mengalami kematangan, ilmu sosial juga mulai bermunculan. Tokoh penting yang muncul pada abad ini antara lain:
1.               Isaac Newton (1642-1727), dengan karyanya Philosophiae Naturalis Principia Mathematica.  Newton menemukan teori gravitasi universal, revolusi di dalam bidang mekanika.
2.               Lavoisier: revolusi dalam bidang kimia: teori oksidasi.
3.               Adam Smith (1723-1790), dengan karyanya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation, dia membuat ilmu ekonomi berusaha untuk menjadi ilmu empiris. Menurut Smith, pasar dapat dipelajari, yaitu dengan mempelajari hukum penawaran dan permintaan. Kemakmuran dapat dicapai jika individu bebas menentukan dan memenuhi kebutuhannya. Ajaran Adam Smith inilah yang kemudian menjiwai sistem ekonomi liberalisme-kapitalisme. Negara sesedikit mungkin campur tangan dalam urusan ekonomi rakyat, biarlah semua diatur oleh tangan-tangan yang tidak tampak (Invincible hand). 
Para ilmuwan mulai tertarik pada evolusi dan mata rantai kehidupan, embriologi: perkembangan organisme individual, struktur dan fungsi organisme hidup.

            VI. ILMU ABAD XIX

            Berbagai temuan besar pada abad XIX antara lain adalah:
1.      Geologi mulai berkembang menjadi ilmu yang mandiri.
2.      Teori evolusi Darwin mengubah pandangan manusia tentang asal-usul makhluk hidup pada umumnya dan manusia pada khususnya.
3.      Teori gelombang cahaya, listrik dan magnetisme, termodinamika, ilmu dan rekayasa, aplikasi kimia dan mikrobiologi berkembang dengan pesat.
4.      Lahirnya sosiologi lewat pemikiran Auguste Comte merupakan tonggak penting bagi berbagai ilmu sosial untuk menjadi ilmu empiris dan positif.
5.      Munculnya filsafat Marx, yang mengajarkan sosialisme-komunisme, yang karena dipraktekkan oleh Lenin dan penerusnya di Uni Soviet, meskipun sekarang tidak populer lagi, pernah membelah dunia menjadi dua blok besar: blok sosialis-komunis, yang dipimpin USSR dan blok liberalis-kapitalis, yang dipimpin oleh USA.

VII. ILMU ABAD XX

            Berbagai temuan ilmiah spektakuler banyak dihasilkan pada abad XX, kemajuan ilmu dan teknologi berjalan sangat pesat. Manusia dapat mencapai sesuatu yang sulit dibayangkan pada abad-abad sebelumnya: penemuan berbagai alat transportasi dan alat telekomunikasi telah benar-benar membawa manusia mampu menghemat energi dan waktu.
            Temuan yang dihasilkan pada abad XX antara lain:
1.      Teori relativitas Einstein
2.      Teori kuantum dan struktur atom
3.      Astrofisik dan teori struktur dunia
4.      Teori makroekonomi Keynes
5.      Manusia semakin tertarik pada misteri alam semesta: penjelajahan antariksa
6.      Berbagai teori baru berkaitan dengan bidang ilmu tertentu terus bermunculan: ilmu melahirkan spesialisasi, ilmu menjadi semakin terpecah dan semakin jauh satu sama lain.


Comments

Popular posts from this blog

Fonologi, morfologi, sintaksis, semantik (Klasifikasi Bahasa dalam Studi Linguistik)

NATURAL SEMANTIC METALANGUAGE (NSM)

Linguist Teaching : TEORI TEORI MORFOLOGI