NATURAL SEMANTIC METALANGUAGE (NSM)
TEORI METABAHASA MAKNA ALAMI
(Natural Semantic Metalanguage)
PENDAHULUAN
Menurut sejarah awal perkembangan ilmu
linguistik, ilmu tentang makna kurang mendapat perhatian dari para linguist.
Bloomfield mengatakan bahwa makna merupakan butir paling lemah dalam linguistik
sehingga lebih tepat dimasukkan dalam disiplin ilmu lain seperti sosiologi atau
psikologi. Tetapi pada awal tahun 1970-an, makna mendapat tempat yang layak
dalam ilmu linguistik. Telaah empiris tentang makna ini terdapat dalam teori Natural Semantic Metalanguage
(Metabahasa Makna Alami).
Teori NSM mempunyai dua keunggulan yaitu dapat
diterima oleh semua penutur karena paraphrase maknanya dibingkai dalam sebuah
metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah dan NSM selalu terbuka untuk
penyesuaian dan modifikasi terhadap representasi maknanya.
KONSEP DASAR TEORI “NSM”
Pelopor teori Metabahasa Makna Alami
adalah Anna Wierzbicka, seorang linguist asal Polandia yang menjadi dosen di
Universitas Nasional Australia. Semantik analisis yang ideal mengenai NSM
biasanya disebut dengan explication,
yaitu sebuah paraphrase yang disusun sesederhana mungkin guna menghindari
ketidakjelasan. Dalam explication tidak ada simbol-simbol atau
singkatan-singkatan, di sini hanya terdiri dari kata-kata yang sederhana yang
berasal dari bahasa asali/bahasa alami, seperti: I, you, someone, do, happen, think, know, good, big, because, dll.
Wierzbicka selama bertahun-tahun
mengembangkan teori NSM melalui penelitian semantik lintas bahasa. Teorinya
diawali dengan penelitian tentang makna asali (semantic primitives) secara empiris melalui metode coba dan ralat (trial and error) dan hasil penelitiannya
ini dia tulis dalam bukunya pertamanya yang berjudul Semantic Primitives yang diterbitkan pada tahun 1972.
Asumsi dasar teori NSM berhubungan dengan
prinsip semiotik yang menyatakan bahwa analisis makna akan menjadi tuntas dalam
artian makna kompleks apapun dapat dijelaskan tanpa perlu berputar-putar dan
tanpa residu dalam kombinasi makna diskret yang lain (Goddard 1994: 2, 1996a:
24, Wierzbicka, 1996a: 10). Analisis ini menggunakan perangkat makna asali
sebagai elemen terakhir, yaitu sebuah perangkat makna tetap yang diwarisi
manusia sejak lahir (innate),
sehingga merupakan refleksi pikian dasar manusia. Asumsinya adalah makna sebuah
kata merupakan konfigurasi dari makna asali, bukan ditentukan oleh makna yang
lain dalam leksikon.
Wierzbicka mengeksplorasi makna asali
dari berbagai bahasa. Pada tahun 1972 dia baru menemukan 14 makna asali dan 11
makna asali diantaranya terbukti efektif dalam analisis makna. Pada tahun 1980
jumlahnya menjadi 15 elemen yang kemudian menjadi 55 makna asali. Akhirnya
Wierzbicka menambahkan komponen makna asali menjadi 61 elemen.
Berikut
Tabel Perangkat Makna Asali yang dijelaskan Wierzbicka dalam bukunya Semantic Primitives (Goddard, 1994:58):
Substantives
|
I,
YOU, SOMEONE, PEOPLE/PERSON, SOMETHING/THING
|
Mental
predicates
|
THINK,
KNOW, WANT, FEEL, SEE, HEAR
|
Speech
|
SAY,
WORD
|
Actions,
events, and movement
|
DO,
HAPPEN, MOVE
|
Existence
|
THERE
IS
|
Life
|
LIVE,
DIE
|
Determiners
|
THIS,
THE SAME, OTHER
|
Quantifiers
|
ONE,
TWO, SOME, ALL, MANY/MUCH
|
Evaluators
|
GOOD,
BAD
|
Descriptors
|
BIG,
SMALL
|
Time
|
WHEN/TIME,
NOW, BEFORE, AFTER, A LONG TIME, A SHORT TIME, FOR SOME TIME
|
Space
|
WHERE/PLACE,
HERE, ABOVE, BELOW, FAR, NEAR, SIDE, INSIDE
|
Interclausal
linkers
|
BECAUSE,
IF
|
Clause
operators
|
NOT,
MAYBE
|
Metapredicate
|
CAN
|
Intensifier,
Augmentor
|
VERY,
MORE
|
Taxonomy,
partonomy
|
KIND
OF, PART OF
|
Similarity
|
LIKE
|
Makna asali sebagai makna yang
universal
Prinsip penting dari NSM adalah makna
asali yang memiliki leksikal yang universal, dalam artian ‘leksikal’ digunakan dalam
arti yang luas yaitu tidak hanya terdiri dari kata saja, tetapi juga morfem
terikat dan juga morfem tetap. Di beberapa bahasa, makna asali lebih banyak
dinyatakan dengan morfem terikat dari pada kata yang terpisah, misalnya kata
“BECAUSE” pada bahasa Yankunytjatjara dinyatakan dengan penambahan akhiran –nguru. Pada bahasa-bahasa lainnya, ada
beberapa makna asali yang dinyatakan dengan phrase lengkap (biasa juga disebut phrasemes) yang terdiri dari beberapa
kata. Contohnya dalam bahasa Inggris, kata “a long time” tidak dapat
dipisah-pisah menjadi a, long, dan time, kata ‘a long time’ merupakan satu kesatuan kata yang bearti
‘lama’. Dalam beberapa bahasa lainnya, kata ‘a long time’ biasanya dibentuk
oleh satu kata tunggal, seperti dalam bahasa Malay lama, Yankunytjatjara rawa,
dan Lao don.
Makna asali memiliki beberapa variasi
bentuk yang biasa disebut allolexy
(aloleksi). Konsep aloleksi pertama kali diusulkan oleh Goddard pada Simposium
Semantik di Canberra pada tahun 1992 untuk menerangkan beberapa bentuk kata
yang berbeda dalam konteks komplementer mengekspresikan sebuah makna tunggal.
Gagasan aloleksi berperan penting dalam ancangan NSM terutama dalam kajian
infleksi.
Ada beberapa tipe aloleksi. Pertama,
aloleksi posisional untuk menerangkan kata I
dan me dalam bahasa Inggris. Keduanya
memiliki makna yang sama tetapi dalam sebuah kalimat posisi kedua kata tersebut
berbeda. Kata I digunakan sebelum
verba dan me di posisi lain. Kedua,
aloleksi kombinatorial untuk menjelaskan hubungan someone dengan person dan
something dengan thing. Ketika something
dikombinasikan dengan determiner atau kuantifier, seperti ‘this something, one
something’ akan terasa aneh. Tetapi apabila kata ‘thing’ digunakan pada posisi ‘something’ seperti ‘this thing, one thing’ maka kata
tersebut akan memiliki makna yang relevan dan dapat diterima bentuknya.
Polisemi
Polisemi merupakan konsep dasar lain
dalam teori NSM yang dipahami sebagai bentuk leksikon tunggal yang dapat
mengekspresikan dua buah makna asali yang berbeda bahkan tidak memiliki
hubungan komposisi antara eksponennya karena memiliki kerangka gramatika yang
berbeda. Pada tingkatan yang sederhana, eksponen dari makna asali yang sama
mungkin menjadi polisemi dengan cara berbeda pada bahasa yang berbeda pula.
Goddard (1996a:29) memberikan contoh eksponen-eksponen mukuringanyi ‘ingin’ dalam bahasa Yankunytjatjara yang makna keduanya
menyerupai like, be fond of, dan need dalam bahasa Inggris, padahal ranah
penggunaannya berbeda atau tidak berhubungan dengan ranah want pada bahasa Inggris.
Menurut Goddard (1996a:31), ada dua
hubungan nonkomposisi yang paling kuat, yaitu hubungan yang ‘menyerupai pengertian’
(entailment-like relationship) dan
‘hubungan implikasi’ (implicational
relationship). Hubungan yang menyerupai pengertian muncul pada melakukan/terjadi dan melakukan pada/terjadi. Contoh: jika X
‘melakukan sesuatu pada’ Y, ‘sesuatu terjadi pada’ Y. Perbedaan sintaksis
antara ‘melakukan’ dan ‘terjadi’ adalah ‘melakukan’ memerlukan dua argument
referensial, sedangkan ‘terjadi’ hanya memerlukan satu argument saja. Yang
kedua adalah hubungan implikasi di mana hubungan ini
terdapat
pada eksponen terjadi dan merasakan. Contohnya: jika X ‘merasakan
sesuatu’, maka ‘sesuatu terjadi pada’ X.
Universal
Syntax
(Sintaksis Makna Universal)
Konsep
dasar selanjutnya adalah Sintaksis Makna Universal. Konsep dasar ini
dikembangkan oleh Wierzbicka pada akhir tahun 1980-an yang merupakan perluasan
dari sistem makna asali. Dalam teori NSM makna memiliki struktur yang sangat
kompleks dan tidak hanya berupa bentukan dari elemen sederhana, seperti sesorang, ingin, tahu, tetapi dari
komponen berstruktur kompleks.
Sintaksis Makna Universal terdiri dari
kombinasi butir makna asali universal yang membentuk proposisi sederhana sesuai
dengan perangkat morfosintaksis bahasa yang bersangkutan. Misalnya: kata ingin memiliki kaidah universal tertentu
dalam konteks: saya ingin melakukan ini.
Unit dasar Sintaksis Makna Universal
dapat disamakan dengan sebuah klausa yang dibentuk oleh subtantif, predikat dan
elemen-elemen tambahan yang dibutuhkan oleh predikatnya. Contoh:
a.
Aku melihat sesuatu di tempat ini
b.
Sesuatu yang buruk terjadi padaku
c.
Jika aku melakukan ini, orang akan
mengatakan sesuatu yang buruk tentang aku
d.
Aku tahu bahwa kau orang yang baik
Pola kombinasi yang berbeda dalam Sintaksis Makna Universal
mengimplikasikan gagasan pilihan valensi. Misalnya, elemen ‘melakukan’, selain
memerlukan “subjek” dan “komplemen” wajib (seperti ‘seseorang melakukan
sesuatu’) juga memerlukan “pasien” (seperti ‘seseorang melakukan sesuatu pada
seseorang’). Hal serupa juga terjadi pada kata ‘mengatakan’, di mana selain membutuhkan
“subjek” dan “komplemen” wajib, juga memerlukan “pesapa” atau “topik” atau
mungkin keduanya yaitu “pesapa dan topik”.
Comments
Post a Comment